Nih 7 Fakta Menyedihkan Guru Honorer

Setiap orang niscaya mempunyai harapan tertentu akan masa depannya. Sewaktu duduk di dingklik SD, Sekolah Menengah Pertama hingga ke Sekolah Menengan Atas barangkali sudah terbayang apa impian kelak yang ingin dicapai. Salah satunya apakah profesi atau pekerjaan nanti kalau sudah dewasa. Profesi atau pekerjaan tersebut seharusnya sesuai bakat, minat dan kemampuan diri. Hal ini tentu diri sendiri yang tahu.
Termasuk profesi sebagai pendidik. Sungguh mulia jikalau kita memang sedari dini bercita cita ingin menjadi seorang guru. Menjadi seorang guru tidaklah gampang sebab berhadapan dengan belum dewasa dan remaja yang mempunyai bermacam-macam abjad dan kenyataan di lapangan terkadang tidak seindah yang dibayangkan ketika ingin menjadi guru.

Dulu, menjadi seorang guru jangan pernah berharap menjadi sejahtera, honor dikebiri... hingga muncul istilah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Berangsur-angsur gaji pokok PNS yang terus naik, sertifikasi guru, hingga santunan tunjangan lain untuk guru. Minat menjadi guru pun semakin tinggi di masyarakat. Namun perlu diketahui, bergotong-royong ada hal-hal "menyedihkan" ihwal guru, terutama guru honorer. Berikut beberapa fakta menyedihkan guru honorer.


1. Gaji minim

Sudah menjadi belakang layar umum kalau honor guru di Indonesia apalagi di sekolah negeri sangat tidak manusiawi, dengan honor paling tinggi 500 ribu bulan, tentu tidak mencukupi untuk kebutuhan apalagi jikalau sudah berkeluarga. Bahkan masih banyak guru yang digaji 100ribu perbulan. Pemerintah Daerah yang keuangannya baik dan punya kepedulian terhadap dunia pendidikan tentu akan mengangkat mereka sebagai tenaga Kontrak / pegawai Tidak tetap kawasan yang gajinya lebih tinggi dibanding honorer yang diangkat pihak sekolah. Makara jangan heran buat Anda yang mau jadi guru siapkan mental dan perjuangan lain, kalo masih nekat jadi mau jadi guru.

2. Hanya bisa ngelus dada ketika guru lain mendapatkan Duit.

Fakta yang kedua yaitu guru honor hanya bisa mengelus dada ketika guru lain mendapatkan duit tunjangan. Terkadang di dalam kantor guru honor cuma bisa menjadi pendengar yang baik ketika guru guru lain PNS berbicara dilema tunjangan ini itu.

3. Dicari sebagai Guru pengganti.

Terkadang di sekolah menjadi ajang "perpeloncoan" bagi guru honorer, ketika guru PNS tidak hadir biasanya yang disuruh menggantikan yaitu guru honorer yang kadang guru yang digantikan tidak ada ucapan terima kasih.

4. Tidak ada Jaminan Kesehatan dan Kesejahteraan

Status wiyata yang disandangnya bisa lebih jelek nasibnya dibanding pekerja pabrik. Ketika pekerja lain mendapatkan jaminan hari tua, kesehatan dll. Kemana guru honorer berharap?

5. Cuma menang penampilan

Ya ini banyak aku baca di media umum dari guru honorer sendiri. Penampilan seorang guru dituntut rapi dengan pakaian yang baik. Sedangkan gajinya sendiri tidak mencukupi untuk beli yang macam-macam.

6. Tidak ada jaminan hingga kapan terus bertahan

Bayang-bayang pemecatan terus menggerayangi guru honorer. Di tengah ketidakjelasan masa depan mereka juga harus berhati hati dalam melaksanakan sesuatu. Misal kalau ingin ijin, kadang dipersulit beda dengan PNS bisa dengan gampang belanja ke pasar.

7. Sulit diangkat PNS

Memang semenjak tahun 2005 kemudian pemerintah mengangkat ribuan tenaga honorer guru menjadi cpns. Namun masa itu sudah lewat. Sekarang kalau mau jadi PNS ya harus bersaing di gugusan umum. Tentu saja mereka yang lebih muda dan gres lulus kuliah keguruan berpeluang lolos lebih besar mengingat otak masih encer. Namun bersaing ikut tes CPNS tidak semudah yang dibayangkan. Terkadang gugusan yang tersedia puluhan namun pendaftar nya ribuan.

Demikian tadi 7 fakta menyedihkan guru honorer di Indonesia. Kalau ada pemanis bisa menambahkan di kolom komentar. Tulisan ini tidak bermaksud mendiskreditkan profesi guru. Semata hanya mengingatkan kepada adik adik yang berminat menjadi guru, bahwa menjadi guru sebelum diangkat PNS harus bersusah payah dahulu. Karena ketika ini kenyataan di lapangan banyak yang ngeluh terutama dilema kesejahteraan. Profesi pendidik menjadi mulia dan berpahala ganda ketika kita lapang dada dan sadar bahwa beginilah kenyataan yang harus dihadapi ketika kita tetapkan menjadi profesi pendidik. Tulisan juga menurut pengalaman penulis yang pernah dialami maupun dilihat di lapangan. derita guru di tahun 2015
Related Posts