Mendikbud: Sekolah 5 Hari Tidak Wajib
Akhirnya guru maupun orangtua yang terlanjur memahami dan yang keberatan dengan acara Full day School alias sekolah 5 hari dalam sepekan yang akan diterapkan secara nasional dapat bernafas lega,
pasalnya Mendikbud Muhajir Effendi menegaskan bahwa sekolah 5 hari tidaklah wajib diikuti seluruh sekolah. Mendikbud Muhadjir Effendy meminta masyarakat dan para anggota dewan perwakilan rakyat tidak terburu-buru menolak kebijakan sekolah lima hari.
Mendikbud menjelaskan sekolah lima hari akan diberlakukan mulai tahun fatwa gres 2017/2018. Ada sekira 9.830 sekolah yang akan melaksanakannya. Program lima hari sekolah ini tahun kemudian sudah kita piloting ke 1.500 sekolah. Tahun ini targetnya 5.000 sekolah tapi yang menyatakan ikut melebihi target, adalah 9.830 sekolah. Selain itu ada 11 kabupaten/kota yang sudah melakukan seluruhnya sekolah lima hari," terang Muhadjir.
"Mohon masyarakat tidak salah tanggap dengan kebijakan sekolah 5 hari ini. Silakan baca dan pahami dulu Permendikbud 23 tahun 2017, Insya Allah tidak seekstrim yang dibayangkan kok." tambah Muhajir. Intinya Permendikbud wacana 23/2017 wacana Hari Sekolah belum wajib dilaksanakan tahun ini. Pelaksanaannya sedikit demi sedikit menunggu seluruh sekolah siap.
Sekolah Lima Hari, Bukan Berarti Siswa 8 Jam di Kelas
Dikatakan, 8 jam di sekolah tidak berarti para siswa nantinya selama itu berada di dalam kelas untuk mengikuti pelajaran. "Saya tegaskan, delapan jam itu tidak berarti anak ada di kelas," ungkapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/6)
Pelajaran pun lanjut dia, tetap mengacu pada kurikulum 2013. Hanya saja nanti diperbanyak dengan kegiatan kokurikuler.
Itu sebagai pemenuhan dari visi presiden yang tetapkan bahwa pada level pendidikan dasar hingga Sekolah Menengah Pertama diperkuat atau diperbanyak pada pembentukan abjad dan penanaman kebijaksanaan pekerti. Artinya, ada kegiatan berguru mengajar di luar kelas. "Bahkan di luar sekolah. Yang penting tetap menjadi tanggung jawab sekolah," terang Muhadjir.
Dia menerangkan, kegiatan kokurikuler itu diusahakan mencapai 60 hingga 70 persen. Sehingga kegiatan transfer pengetahuan yang dilakukan guru sekitar 30 persen saja. "Sisanya hanya kegiatan murid di dalam membentuk abjad yang bersangkutan," tutur mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu. jpnn.com
Related Posts